Senin, 30 November 2009

PT.DI malu lebih lengkap http://www.indonesian-aerospace.com/book/c3.htm

MEMBUKA PARADIGMA BARU,
PROFIL DAN RENCANA STRATEGIS KE DEPAN

Lili Irahali 82)

          Di era millenium baru ini perubahan-perubahan mendasar di lingkungan global , regional, maupun nasional bergerak begitu cepat. Kenichi Ohmae dalam bukunya "The Borderless world" mengungkapkan tentang kecenderungan-kecenderungan dan logika baru pasar global yang menunjukkan semakin kecilnya peranan negara bangsa dalam kaitannya dengan ekonomi dan bisnis. Fakta inti bisnis dewasa ini adalah kedaulatan konsumen. Standar pelaksanaan produk sekarang ini ditetapkan di dalam pasar global oleh mereka yang membeli produk, bukan mereka yang membuatnya. Ini artinya bahwa perusahaan perlu memikir ulang bagaimana mereka mengembangkan dan mengkomersilkan produknya.

          Percepatan kecenderungan ini menimbulkan pola-pola hubungan baru antar manusia dan kelompok manusia yang kemudian dikenal sebagai era kesejagatan. Suatu era serba terbuka yang telah melahirkan model baru kapitalisme yang di dalam prakteknya di dasari pada kecanggihan teknologi dan budaya informasi.

          Realitas ini mencirikan perubahan yang cukup fundamental. Sumber daya industri dan ekonomi telah berkembang. Ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi merupakan sumber daya, barang modal yang tidak terelakkan. Keberadaan PT. Dirgantara Indonesia yang misinya meningkatkan nilai tambah intelektual dan sumber daya manusia melalui transformasi teknologi memang sudah di arah yang benar. Hanya masalahnya industri yang padat modal dan padat teknologi ini adalah industri pelopor di mana unsur-unsur pendukung dan infrastrukturnya mesti dirintis dari awal. Sebagai pelopor yang sarat misi, sudah tentu industri ini pada awalnya memerlukan dukungan politis yang kuat.

          Perubahan lain adalah bahwa dalam dunia bisnis peran negara makin berkurang. Selain pemerintah, kini terdapat peran besar lembaga internasional dan multinasional yang ikut mengatur hubungan ekonomi antar bangsa. Misal WTO, Bank Dunia, IMF, APEC dll.

          Juga terdapat kecenderungan pergerakan individu, investasi, industri dan informasi yang begitu leluasa melintas batas-batas negara. Sangat sulit bagi pemerintah mengendalikan arus investasi ke dalam dan ke luar negeri, relokasi industri dari suatu negara ke negara lain bila hanya dengan instrumen yang biasa-biasa saja, serta penyebaran informasi yang masuk ke setiap bagian tanah air melalui kecanggihan teknologi komunikasi.

          Perubahan ini merupakan tantangan perekonomian dan bisnis nasional. Dan tentunya memberi pengaruh terhadap kesiapan PT. Dirgantara Indonesia ini dalam rangka membangun strategi-strategi bisnis baru yang mengarah pada efisiensi dan daya saing sejagat. Sementara itu konsolidasi industri-industri kedirgantaran Amerika dan Eropa yang sudah menjadi kenyataan yang tidak bisa dianggap sebelah mata.

          Bersamaan dengan itu krisis ekonomi yang melanda Asia, termasuk Indonesia telah mengguncangkan pertumbuhan dan kemampuan ekonomi di kawasan ini. Dan bagi Indonesia krisis ini masih berkepanjangan, bahkan berubah menjadi krisis politik. Bagi PT. Dirgantara Indonesia hal di atas berdampak pada dihentikannya pendanaan pemerintah untuk program N250, sekaligus berkurangnya potensi pasar produk PT. Dirgantara Indonesia.. Termasuk peluang memasarkan produk unggulan N250.

          Walau demikian perkembangan terbaru diyakini bahwa kawasan Asia merupakan potensi pasar produk kedirgantaraan dan sistem pertahanan. Pameran Kedirgantaraan Singapur telah meraih bisnis senilai lebih dari US $ 3,5 miliar, tiga kali lipat dibandingkan tahun 1997. Walau belum secerah sebelumya Airbus memprediksi pesanan produk pesawat baru di Asia akan berlangsung lambat pada tahun 2000 lalu, seiring dengan pemulihan akibat krisis ekonomi. Rata-rata permintaan untuk pesawat komersial diperkirakan sekitar 750 unit per tahun. Tetapi, Boeing memperkirakan pangsa pasar di Asia Pasifik akan lebih besar dibandingkan Amerika Utara dan Eropa dalam 18 tahun mendatang. Dikatakan tidak ada kawasan di dunia ini yang memiliki sistem lalu lintas udara yang berkesinambungan sebagus kawasan Asia Pasifik

          Sementara itu, untuk sistem pertahanan yang dipunyai negara-negara Asia, negara-negara ini tinggal meningkatkannya. Asia diprediksi merupakan potensi pasar pesawat (komersial dan militer) dan sistem pertahanan yang menggiurkan dan menjadi arena persaingan industri kedirgantaran besar. Seperti Boeing dan Lockheed Martin di satu sisi dan EADS (European Aeronautics Defence and Space Company) di sisi lain.

          Aliansi strategis industri kedirgantaraan Eropa yang tergabung dalam EADS ini jelas makin mempertajam persaingan antar kawasan (persaingan antar raksasa industri kedirgantaran Eropa dan Amerika). Bergabungnya Boeing dengan Mc. Donald Douglas menyebabkan Boeing juga bermain di kelas seratus penumpang, yang kini sudah memasuki pasar.

          Boeing memperkirakan pasar untuk pesawat dengan jumlah penumpang kurang dari 100 akan tumbuh dari 1.230 unit pada tahun 1998 menjadi lebih dari 3.000 unit pada tahun 2008. Dengan harga jual sekitar US $ 15 juta hingga US $ 20 juta per unit, maka itu berarti pada tahun 2008 nilai pasar pesawat untuk jangkauan regional ini sekitar US $ 45 miliar hingga US $ 60 miliar. Tapi bukan rahasia lagi di segmen ini pun industri kedirgantaraan Eropa dan Amerika bersaing ketat.

          Fakta perubahan ini memacu PT. Dirgantara Indonesia sebagai industri yang berorientasi pasar sejagat menyiapkan orientasi baru yang secara konsisten tetap mengacu pada tiga tahap strategi pengembangan, yaitu : tahap penyiapan sarana dan prasarana untuk penguasaan teknologi dan proses industrialisasi (1976 - 1985); tahap penguasan teknologi dengan pencapaian standar kualifikasi industri dirgantara serta kemandirian rancang bangun (1986 - 1995); tahap komersialisasi hasil penguasaan teknologi di pasar global (1996 - seterusnya).

          Kedua tahap pertama telah dilalui PT. Dirgantara Indonesia yang secara objektif bisa diamati dan dirasakan kita bersama.

HASIL YANG DICAPAI SELAMA PERIODE 24 TAHUN

A. Produk dan Jasa

  1. Mendeliver sekitar 298 unit pesawat terbang dan helikopter (97 unit NC- 212, 38 unit CN-235, 114 unit NBO-105, 27unit NBELL-412, 22 NAS-332)
  2. Mendeliver 50.000 unit roket dan 150 unit torpedo
  3. Mendeliver 10.000 unit komponen pesawat terbang (F-16, Boeing, Airbus)
B. Penguasaan Teknologi
  1. Engineering approval : component type certificate, aircraft type certificate dari DGAC, IMAA, serta JAA Eropa
  2. Quality Assurance approval : General Dynamic dengan persyaratan U.S. Military Specification MIL-1- 45208A, Bae, Lockhead, The Boeing Company, Daimler-Benz Aerospace, dan DGAC
  3. Fabrication Approval : CASA, The Boeing Company, Fokker, dan Bell Helicopter Textron.
  4. Product Support, Maintenance & Overhaul
    a.
    Aircraft Services Approval :
    DGAC (approved maintenance organization), Terms of Approval Sultanete of OMAN (DGCAM), HANKAM (approved military aircraft repair station)

    b.
    Nusantara Turbin & Propulsi Approval :
    *
    Otoriti :
    DGAC, FAA, ATO of Philippines, DGCAM OMAN, TNI-AU, GCA of Malaysia

    *
    Manajemen :
    ISO-9002 (QSC-5508) OF DNV Netherlands

    *
    Manufactures :
    Allison-Rolls Royce, Rolls Royce, Garret-Allied Signal, Pratt & Whitney United Technology, General Electric, CFM International, Solar Turbine - Caterpilar, Union Pump, Cooper Industries


  5. Rancang bangun
    a.
    Rancangbangun dan pengembangan N250 pesawat turboprop berkapasitas 50-70 orang dengan teknologi canggih di kelasnya. Tahap yang dicapai : produksi prototip dan terbang perdana.
    b.
    Rancangbangun N2130 pesawat turbojet regional berkapasitas 100-130 orang. Tahap yang dicapai tahap preliminary design.

Tahap ketiga, komersialisasi hasil penguasaan teknologi baru berjalan empat tahun dan hal ini harus semakin terpacu berkait dengan perubahan-perubahan di fora nasional maupun internasional dewasa ini. Geliat PT. Dirgantara Indonesia menata kembali bisnisnya suatu yang tidak bisa dihindari ketika dihadapkan pada situasi krisis ekonomi dan politik di dalam negeri serta dalam rangka menghadapi serta mengantisipasi tantangan sejagat dan ke depan. Upaya ini melahirkan program restrukturisasi dengan dua fase strategi jangka panjang : Fase Survival (2000 - 2003) serta Fase Sehat dan Tumbuh (2004 dan seterusnya) yang berpijak pada tiga program utama : restrukturisasi usaha/bisnis, peningkatan kinerja pemasaran, dan menyehatkan struktur permodalan & efisiensi biaya.

PARADIGMA BARU DIRGANTARA INDONESIA JALAN KE MASA DEPAN
          Restrukturisasi Bisnis dilakukan dengan mengukuhkan visi dan misi, menetapkan fokus bisnis Dirgantara Indonesia ke dalam bisnis inti (core) pesawat terbang dan bisnis plasma (non-core). Bisnis inti adalah pesawat terbang dan helikopter meliputi lini usaha : CN-235, N250, NC-212, helikopter. Bisnis Plasma meliputi lini usaha : Manufacturing Services, Component Manufacturing, Tools Manufacturing, Aircraft Services, Technology & Engineering Services, Interior, Special Mission Aircraft, sistem antariksa, teknologi informasi, serta sistem hankam , dan pusat pendidikan dan pelatihan teknologi maju (ATEC).

          Program Restrukturisasi Bisnis bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi (economic value) perusahaan. Untuk itu dilakukan kajian kembali terhadap semua lini usaha berdasarkan economic viability dan strategic value, dan hanya mengembangkan lini usaha yang berprospek serta terkait langsung dengan core competency dan visi/misi perusahaan. Pengembangan lini usaha ini dijabarkan dalam program value creation yang menghasilkan peningkatan penjualan.

          Dari upaya restrukturisasi ini, PT. Dirgantara Indonesia terus mengembangkan dan mempertahankan lini CN-235, kelompok Aircraft Services, dan kelompok Manufacturing Services; mencari mitra strategis untuk lini N250, NC-212, Helikopter, dan kelompok Engineering Services; sementara lini usaha Hankam (HK) dan Advanced Technology Education Center (ATEC) diupayakan agar mampu mandiri (self-sustaining).

          Peningkatan Kinerja Pemasaran dilakukan dengan menargetkan peningkatan delivery pesawat terbang CN-235 dari rata-rata tiga unit menjadi enam unit pertahun mulai tahun 2006 dengan pengakuan penjualan Rp 1.239 milyar pertahun pada tahun 2006. Penjualan jangka pendek (2001 - 2003) lebih difokuskan pada penjualan pesawat terbang dan helikopter yang "siap jual" agar dapat memperkuat dan memperbaiki kinerja keuangan perusahaan dengan adanya penurunan dalam persediaan barang setengah jadi. Untuk menjamin tercapainya target tersebut, unit Sales dan Marketing mengembangkan Strategi pemasaran/Penjualan Jangka Panjang berdasar pada pendekatan "Segmentation, Targeting, Positioning, and Differentiation" serta peningkatan kemampuan tenaga pemasaran/penjualan. Sementara itu target penjualan jangka pendek dicapai melalui peningkatan hubungan baik dengan customer utama dan penyelesaian program penjualan terkontrak.

          Peningkatan kinerja penjualan pada kelompok plasma (non pesawat terbang) dilakukan melalui program value creation dengan mengkaji pemanfaatan sepenuhnya kompetensi lini usaha serta kemungkinan pengembangan dan pengkayaan dari kompetensi tersebut. Program value creation ini merupakan bagian dari program restrukturisasi bisnis.

          Program Efisiensi Biaya difokuskan pada tiga hal : pertama, penurunan lead time; kedua, efisiensi sumber daya manusia (SDM); ketiga evaluasi struktur biaya terutama biaya beban usaha. Dalam upaya penurunan lead time, ditargetkan pencapain customer lead time 24 bulan untuk produk pesawat terbang. Hal ini dicapai melalui perbaikan production lead time dari rata-rata 50 bulan menjadi 30 bulan; kebijakan buffer stock untuk detail part; dan standardisasi konfigurasi basic dan optional.

          Dalam efisiensi SDM dilakukan kajian berdasarkan target usaha dan ditetapkan jumlah SDM optimal, dengan komposisi 44 % non-technical professional & industrial related; 35 % engineering; dan 21 % support.

          Dalam evaluasi struktur biaya, dikaji upaya-upaya efisiensi beban usaha lainnya yang cukup signifikan di luar efisiensi SDM dan lead time seperti peningkatan produktivitas, penjualan persediaan dan asset tidak produktif, penyelesaian piutang macet, dan evaluasi biaya komisi penjualan.

          Target perbaikan melalui program di atas dijabarkan dalam program aksi yang siap diimplementasikan. Melalui upaya tersebut di atas, hasil simulasi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan pengalami perbaikan yang cukup signifikan. Proyeksi penjualan periode 2002 - 2010 menunjukkan kecenderungan meningkat secara signifikan (lihat proyeksi penjualan 2002 - 2010). Sementara proyeksi laba tahun 2002 mencapai 11 milyar rupiah, kemudian turun menjadi 4 milyar dan seterusnya meningkat (lihat proyeksi laba rugi 2002 -2010). Atau setelah fase survival (2000 - 2003), antara tahun 2004 - 2010 perusahaan mampu menghasilkan laba usaha rata-rata 9,3 % dari penjualan. Pada fase survival, perusahaan berada pada tingkat kurang sehat. Namun setelah fase tersebut akan mencapai kategori sehat yang terus meningkat pada tahun 2004 - 2005, dan 2006 -2010. 82)

1 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Porsche Cars. Powered by Blogger